JAKARTA, IN.ID | Grafik line politik Indonesia menjadi tegak lurus sejak adanya Jokowi memimpin Indonesia. Kita pernah merasakan grafik menungkik selepas Soekarno diserobot Soeharto. Orba itu merusak nyaris semua sendi, yang terparah adalah sendi kemanusiaan.
Selepas orba selama 6,5 tahun dalam masa presiden transisi (Habibie, Gusdur dan Megawati) kondisinya flat. Menungkik lagi di tangan sang biduan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), yang tumbuh hanya subsidi serta meninggalkan besi tua dimana-mana.
Budaya kemapanan, menjarah dengan nyaman, berkroni bak setan, mencuri bukan kerjaan haram, Petral dilanggengkan, Freport diamankan, BUMN jadi sapi perahan. Semua ini membuat kebangkrutan yang mematikan.
Indonesia bak kejatuhan bintang, Tuhan mengirimkan Jokowi untuk membenahi bangsa ini. 1,5 tahun memperbaiki Jakarta, diteruskan Ahok, dihancurkan Anis tanpa rasa bersalah. Seolah dengan sengaja dia mengobrak abrik kondisi yang sudah apik.
Jokowi bekerja tanpa suara, di tengah gempuran kelakuan manusia pemalak, di tengah hiruk pikuk caci maki dan pengkhianat yang ada dalam lipatan pemerintahan, bahkan wapres dan panglimanya pernah menikamnya walau selepas tidak menjabat, tapi itu tetap ukuran pengkhianat.
Bak punya indra keenam dan intuisi, Jokowi membawa transformasi, perubahan luar biasa untuk Indonesia. Dia mencoba merangkul semua potensi SDM yang dianggap mumpuni, yang tak bisa ya terpaksa diganti.
Rizal Ramli, Refly Harun, Said Didu, Sudirman Said, dan Anis adalah orang-orang yang pernah dicoba Jokowi untuk bekerja, ternyata tak bisa. Dan hal itu terbukti setelah tidak di jajaran pelaksana mereka menjelma bak orang gila, mengacau menyerang kebijakan Jokowi, kesetanan cari panggung, dan tanpa rasa malu bak orang gila ngomongannya songong.
Sepanjang sejarah Indonesia, selain Jokowi sendiri yang begitu piawai memainkan peran sebagai dirjen orkestra untuk kemajuan Indonesia. Para menteri yang ada adalah orang pilihan berintegritas tinggi penuh prestasi.
Sri Mulyani, Retno Marsudi, Basuki Hadi Mulyo, Ahok dan lainnya kalau diumpamakan tim sepakbola kelas mereka adalah Barcelona. Gesit memainkan bola, dan tau dimana gawangnya, kapan goal harus dilakukan.
Tidak seperti tim yang berkerumun di tengah lapangan, melakukan banyak off side dan bola keluar lapangan, selesai pertandingan merekapun lupa bahwa mereka pemain bola bukan sepak takraw.
Orang bijak mengatakan selama dunia ada, bahwa kebaikan akan bersanding dengan keburukan.
Pendukung Jokowi adalah pemenang 55%, sudah pasti di dalamnya dihuni oleh orang yang sepemahaman tentang kebaikan dan ingin kemajuan Indonesia.
Walau tidak 100%, tetapi kita bukan yang 45% yang diisi oleh manusia pemarah dan ikut²an, mengaku benar dengan pikiran nanar. Makanya kelakuannya liar.
Kita jangan turun kelas meladeni jenis manusia unfaedah (useless) ini. Kalaupun mau inseng godain saja dengan santai karena ucapannya toh gak ngaruh bagi orang waras seperti kita.
Mari fokus mempertahankan kondisi Indonesia yang telah berhasil melandaikan Corona walau masih bersisa. Kita bangkit di tengah keterpurukan dunia dan diakui.
Ini berkat Jokowi dan kita sebagai pendukungnya. Mari meneruskan kebaikan agar Indonesia tak diporak porandakan lagi oleh setan yang sedang merasuki orang gila yang keleleran di jalanan politik Indonesia.
Kasian mereka, tapi itulah pilihan.
By Iyyas Subiakto.
SELAMAT PAGI INDONESIA