BANDA ACEH, IN.ID | Sikap Arogansi Keuchik Blang Samagadeng, yang tega memenjarakan warganya sendiri, kini mulai menui kritikan dan pro kontra ditengah-tengah masyarakat Aceh khususnya kabupaten Bireuen.
Ketua Perkumpulan Jurnalis Indonesia Demokrasi Nusantara (PJIDN) Provinsi Aceh Ramadhan Djamil, memberikan rilisnya kepada awak media terkait sikap arogansi sang Keuchik (kepala desa) gampong Blang Samagadeng kecamatan Pandrah kabupaten Bireuen, Jum’at 14/1/2022.
Hari ini bila beliau seorang pemimpin yang arif, tidak seharusnya memenjarakan warganya yang melakukan protes yang berujung ke anarkis akibat ulah kepala desa sendiri yang tidak mau melakukan rapat pertanggungjawaban dana pemuda pada desa tersebut.
“Bagaimana jadinya masa depan ke enam pemuda desa Blang Samagadeng, yang masih menuntut ilmu di bangku kuliah dan Santri tersebut. Mereka harus meringkuk di jeruji akibat tidak adanya rasa persaudaraan dan kepemimpinan seorang Kepala desa terhadap warganya sendiri,” ujar Ramadhan.
Seharusnya kesampingkan emosi dan ego, bila beliau seorang pemimpin yang baik. Masih banyak cara-cara lain yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut, apalagi ini bentuk protes warga terhadap kinerja sang Kepala desa.
“Seharusnya lakukanlah apa yang diinginkan warga bukan sekarang malah mengkambing hitamkan warga telah menghilangkan dokumen desa sehingga perangkat desa tidak bisa membuat pertanggungjawaban keuangan desa. Sungguh sangat naif,” tegas Ramadhan.
Ramadhan menambahkan justru bila dibiarkan berlarut-larut hal ini akan menjadi bom waktu bagi si Kepala desa sendiri, kenapa tidak. Masyarakat umum akan curiga pasti ada sesuatu sehingga Kepala desa Blang Samagadeng enggan membuat rapat terhadap warga yang mempertanyakan dana desa selama ini, karena tidak pernah dilakukan rapat dan pelaporan kepada warga desa Blang Samagadeng.
“Ditakutkan nanti ada unsur masyarakat yang akan melaporkan balik, atas ketidak transparan sang kepala desa kepada aparat penegak hukum, yang akan berimbas kepada kepala desa sendiri, apalagi saat sang kepala desa dalam keadaan sakit-sakitan”.
Kepala desa itu kan ibarat orang tua, didalam sebuah keluarga tentu memiliki anggota keluarga yang berbagai macam sikap dan wataknya, jadi sudah wajar ada anak yang baik, nakal dan bandel. Selaku orang tua harusnya mengerti akan sikap anggota keluarga nya tersebut. Bukan dengan cara memenjarakannya.
Saya merasa apa yang dilakukan oleh beliau telah mengangkangi dunia pendidikan, coba bayangkan akibat hal kecil, mereka harus meninggalkan dunia pendidikan nya akibat seorang Kepala desa yang tidak memiliki rasa kemanusiaan. Kita merasa sepertinya ada yang membeckup sang kepala desa, sehingga anjuran Muspicam untuk melakukan perdamaian tidak digubris.
Dalam sebuah demo baik itu dimana saja, setelah diambil keterangan maka mereka wajib dikeluarkan dengan catatan membuat pernyataan atas sikap yang telah dilakukan dan tidak akan mengulangi perbuatannya tersebut dikemudian hari. Bukan dengan tega dan segala daya upaya harus memenjarakannya, berarti kan ada dendam atau orang ketiga yang membuat kasus ini tetap di besar-besarkan.
“Saya juga merasa heran, kenapa juga penegak hukum tidak memfasilitasi bila kepala desa hanya ingin mau berdamai bila difasilitasi oleh Polres Bireuen. Mari kita tegakkan rasa kemanusiaan untuk generasi penerus bangsa, saya rasa ini tidak perlu terjadi bila seorang pemimpin arif dan bijaksana,” pungkas Ramadhan. (Toweren/Red)