BADUNG, IN.ID | Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menghadiri pembukaan pertemuan tahunan keenam Asean Smart Cities Network (ASCN) 2023 yang diselenggarakan di Intercontinental Bali Resort Badung Bali, Rabu (12/7).
Di kesempatan itu, Gubernur Khofifah menyatakan bahwa Jawa Timur siap dan optimis mampu menghadapi sekaligus menjawab tantangan ke depan seiring dengan mulai banyaknya kabupaten kota di Jatim yang secara bertahap telah bertransformasi menjadi smart city.
Secara bertahap, ia meyakini bahwa 38 kabupaten kota di Jatim siap untuk bertransformasi menuju implementasi smart city.
“Beberapa kabupaten kota di Jatim secara bertahap mulai bertransformasi menjadi smart city. Dan ini menjadi kebutuhan karena perkembangan teknologi dan digitalisasi yang sudah semakin pesat. Sehingga layanan publik maupun sistem yang ada di pemerintah daerah harus berbasis teknologi,” tegasnya.
“Saya yakin seluruh kabupaten kota di Jatim siap menjawab tantangan untuk menjadi smart city,” imbuhnya.
Gubernur Khofifah menambahkan, kesiapan Jatim menghadapi tantangan smart city harus dibekali dengan berbagai upaya yang nyata. Seperti terus melakukan sosialisasi dan edukasi terkait pemanfaatan digitalisasi di berbagai sektor mulai layanan pendidikan, kesehatan, kependudukan dan sebagainya.
“Tantangannya bukan sekedar jaringan dan jangkauan internetnya tetapi juga literasi digital dari masyarakat itu sendiri, serta keamanan cybernya,” jelasnya.
Lebih lanjut Khofifah menjelaskan, kesiapan menghadapi tantangan smart city juga dilakukan dengan pemerataan jaringan infrastrukturnya. Sehingga di berbagai pelosok juga bisa mengakses internet dan pelayanan kependudukan di berbagai sektor juga terus bisa dimaksimalkan.
Untuk itu, Implementasi teknologi informasi adalah poin penting dari inisiasi smart city. Namun di sisi lain masih ada daerah tertentu di Jatim dan di Indonesia yang masih belum bisa mengakses internet.
“Ada beberapa yang memang masih bisa dilakukan dengan pendekatan hybrid dan ada yang memang masih harus manual karena ada di area blank spot,” tuturnya.
Khofifah menegaskan, ini menjadi PR bersama untuk bersama-sama diselesaikan. Pasalnya tipologi masyarakat Indonesia yang terdiri dari empat macam yaitu masyarakat informatif, industri, agriculture dan pre-agriculture menjadi tantangan tersendiri.
“Ada masyarakat yang memang secara tradisional masih sangat kental. Maka upaya sosialisasi dan edukasi akan pentingnya internet dan digitalisasi, harus diperkuat dan perlu effort luar biasa,” jelasnya.
Tak hanya itu, Gubernur Khofifah menyebut bahwa smart city perlu didukung dengan langkah-langkah inovatif yang dilakukan oleh ekosistem kota dalam mengatasi berbagai persoalan dan meningkatkan kualitas hidup manusia dan komunitas yang ada.
“Oleh karenanya, dibutuhkan kajian menyeluruh agar konsep smart city di Jatim sesuai dengan keunggulan, potensi, dan tantangan khas daerahnya masing-masing,” sebutnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) ASEAN Dr. Kao Kim Hourn menyampaikan, untuk mewujudkan smart city membutuhkan 3 poin penting. Pertama, sharing knowledge antara masyarakat dan pemerintah.
Poin kedua yaitu penguatan kerjasama dan fakta berdasarkan perencanaan dam manajemen tata kota. Sementara yang terakhir yaitu, pentingnya kerjasama antara stakeholder terkait di bidang smart city bukan hanya di sisi teknologi.
“Jadi ketiga poin diatas yang harus diterapkan dalam penerapan smart and sustainable cities,” terangnya.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memaparkan, bahwa diperlukan teknologi dan penyebaran informasi yang merata di bidang pemerintahan agar Indonesia dapat menerapkan konsep smart cities.
“Ada daerah yang sudah handal memanfaatkan teknologi, ada yang masih hybrid. Kita perlu bekerja dengan lebih komprehensif, dan merekrut tenaga-tenaga kerja muda yang ahli di bidang teknologi agar digitalisasi dapat berjalan efektif dan efisien,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Tito Karnavian menyebutkan daerah yang akan menerapkan smart cities memerlukan dukungan teknologi yang kuat melalui investasi di bidang infrastruktur digital. Apalagi, digitalisasi menjadi sorotan Pemerintah Pusat mengingat separuh populasi negara anggota ASEAN sudah bermukim di daerah perkotaan.
“Jadi infrastruktur digital yang memadai dapat mendukung pemerintah daerah dalam membuat keputusan dan kebijakan. Dan sebagai hasilnya menyokong penerapan smart cities, ” ujarnya.
Sebagai informasi, ASCN yang digelar di Intercontinental Resort Bali 2023 ini merupakan acara tahunan yang mengupas berbagai permasalahan perkotaan. Mulai dari transportasi, hunian, pelestarian lingkungan, dan ketentraman, bahkan ketertiban masyarakat yang menjadi masalah klasik di kota-kota saat ini.
ASCN didirikan pada 8 Juli 2018 di Singapura sebagai platform kerja sama bagi kota-kota dari sepuluh Negara Anggota ASEAN yang dilakukan dalam mewujudkan pembangunan perkotaan yang cerdas dan berkelanjutan dengan menggunakan teknologi sebagai pendukung. (Pulung Chausar)